Wine Salak, Minuman Unik dari Sibetan, Karangasem
SALAK sebagai salah satu komoditi buah, bisa dibilang
merupakan salah satu unggulan Bali yang banyak
diburu para pelancong yang berkunjung. Apalagi jenis-jenisnya yang terkenal
seperti salak gula pasir, bisa bernilai sangat tinggi di pasaran. Rasa salak
yang unik dengan sedikit rasa getir di lidah, menurut banyak pelancong sangat
eksotis dan begitu berkesan, berbeda dengan jenis buah lainnya. Snake skin fruit, begitulah orang luar
menyebut buah yang punya tampilan cukup ‘aneh’ ini.
------
Namun layaknya komoditi buah musiman lainnya, ada masanya
harga buah berduri ini jatuh di pasaran. Terutama pada saat panen raya dimana
produksi buah melimpah dan jika permintaan tidak juga meningkat, maka bisa
dipastikan harga akan meluncur jauh dibawah harga normal. Petani mau tak mau
harus menjual salaknya karena buah ini termasuk buah yang tidak tahan lama
alias cepat membusuk.
Mengaca pada kejadian itu, para petani di sentra-sentra
perkebunan salak kawasan Sibetan, Karangasem, mencoba melakukan berbagai
terobosan untuk menyerap melimpahnya produksi buah dan utamanya, tetap bis
amenjual salak dengan harga wajar. Terobosannya, membuat aneka produk seperti
dodol, keripik dan yang paling diperbincangkan beberapa tahun terakhir, wine
salak.
Mungkin terasa janggal awalnya karena umumnya wine dibuat
dari buah anggur bahkan terjemahan langsung bahasa Indonesia untuk wine adalah
anggur. Padahal sejatinya, banyak jenis wine yang dibuat dari jenis buah lain,
istilah kerennya fruit wine.
Nah, Desa Sibetan, salah satu dari sedikit desa di dunia
yang memproduksi fruit wine. Desa
yang berada di ketinggian Kabupaten Karangasem ini memang sejak lama terkenal
dengan agro salak. Sejak beberapa tahun belakangan, masyarakat di desa ini
mengolah wine salak.
Berhawa Sejuk
Desa Sibetan yang berada sekitar 600 meter dari permukaan
laut tersebut berhawa sejuk. Berlokasi di Kabupaten Karangasem, akses menuju
desa ini sangat mudah.
Dari Candidasa, tempat hotel-hotel dan pusat keramaian
wisata di Karangasem, tak sampai satu jam perjalanan darat. Jaraknya hanya
sekitar 20 kilometer. Namun, karena berada di ketinggian, jalanan meliuk dan
menanjak.
Sementara itu, ke Candidasa dari Bandara Ngurah Rai memakan
waktu sekitar dua jam perjalanan darat. Anda bisa menyewa mobil untuk pergi ke
Kabupaten Karangasem. Akses menuju Karangasem sangat mudah karena adanya jalan
bypass Jalan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra. Sedangkan akomodasi, tidak ada hotel
di Desa Sibetan. Namun, terdapat home stay
yang dikelola masyarakat setempat di desa ini. Ada empat kamar home stay di desa ini. Tarif menginap per malam hanya Rp 75.000,
sudah termasuk sarapan.
Alternatif lain, Anda bisa menginap di hotel maupun vila di kawasan
Candidasa. Kemudian mengambil paket agrowisata di Desa Sibetan. Paket ini
termasuk trekking desa, tur kebun salak dan petik buah salak, serta tur ke
pabrik wine salak. * NOE
---------------
Datangkan Ahli Wine
dari Jerman
SALAK, salak, dan salak. Di kanan dan kiri jalan di Desa
Sibetan, Karangasem, mata dijamu oleh pohon-pohon salak ibarat memesuki ‘hutan’
salak. Sebagian besar tumbuh di pekarangan rumah warga. Sebagian besar telah
dirapikan dengan pagar-pagar yang terbuat dar bambu sehingga pengunjung bisa
dengan mudah menjelajahi kawasan kebun salak. Total kebun salak di desa ini
mencapai 234 hektar. Ada
14 jenis pohon salak di Desa Sibetan, dan semua dikelola secara organik.
Terobosan Baru
Salak yang menarik dan bisa dicicipi turis salah satunya
adalah salak merah. Berbeda dengan salak yang umumnya berwarna kuning gading,
salak ini berwarna merah. Turis yang mampir ke Desa Sibetan bisa melihat
langsung proses pembuatan wine salak. Tepatnya di Banjar Dukuh, tempat
pembuatan wine salak terbuka bagi pengunjung yang ingin mengetahui proses
pengolahan salak menjadi wine.
Warga desa yang kebanyakan adalah petani salak berhimpun
dalam CV Dukuh Lestari yang memproduksi Salacca Wine, merek dari wine salak sejak
tahun 1997. Menurut cerita Nengah Dana, warga setempat yang juga pengelola
tempat pembuatan wine salak, Pemkab Karangasem pada awalnya mengupayakan
sebuah terobosan baru untuk membantu para petani salak.
Selanjutnya, dibentuklah kelompok wine. Setelah kelompok ini
berdiri, pemerintah memberikan pelatihan terhadap kelompok wine ini.
Didatangkanlah seorang ahli wine asal Jerman, Norbet. Pelatihan ini memakan
waktu yang cukup lama. Norbet mengajarkan kelompok wine ini mulai dari
pemilihan buah yang cocok hingga menjadi wine yang siap jual.
Proses Pembuatan
Seperti yang dijelaskan Nengah Dana, pertama-tama salak yang
sudah dikupas dan diiris-iris, dimasukan ke dalam tong bersama ragi, gula
pasir, dan air mineral. Proses ini berlangsung selama dua minggu. “Setelah itu,
isi di dalam tong ditekan hingga menghasilkan cairan saja. Kemudian, proses dilanjutkan
dengan penyaringan dan dimasukkan ke tong penuaan selama enam bulan. Nah,
proses penuaan ini menjadi proses krusial untuk menciptakan aroma dan rasa yang
diinginkan, semakin lama prosesnya maka rasa dan aromanya akan makin pekat,”
katanya.
Selanjutlanya barulah proses bottling atau pengisian botol dengan wine dan penutupan. Setelah
disegel dan diberi label, plus segel cukai, wine salak pun siap
dipasarkan.Selain wine salak, wine ubi ungu juga diproduksi di tempat ini.
Kadar alkoholnya tentu berbeda. Wine salak memiliki kadar alkohol sebesar 13
persen. Lebih tinggi dibanding wine ubi ungu yang ‘hanya’ 4,5 persen.
Sudah Berizin
Bagaimana dengan rasanya? Bagi mereka yang terbiasa minum
wine, mungkin tekstur rasa wine salak terkesan halus dengan after taste yang hampir tidak ada.
Alkohol yang begitu ‘nendang’. Namun, rasa manis dan getir salak juga masih
terasa.
Menurut Nengah Supartha yang bertindak selaku Kepala
Koperasi, sejak tahun 2009, wine produksi warga ini sudah mendapatkan izin dari
BP POM. “Dengan izin itu kami bisa lebih aman untuk memasarkannya,” ujarnya. Ditambahkan,
dalam satu musim panen, pihaknya bisa menghasilkan 1.000 liter wine salak.
“Hampir semuanya habis terjual, terserap hotel, restoran atau dibeli secara
pribadi,” katanya.
Comments
Post a Comment