Monkey Forest Ubud
KAWASAN Ubud merupakan salah satu
kawasan yang menjadi destinasi utama bagi para wisatawan yang sedang berlibur
ke Bali . Berbeda dengan Kuta atau Nusa Dua
yang menawarkan keindahan pantainya, Ubud lebih menonjolkan keasrian daerah
persawahan hingga keunikan kesenian dan kerajinan lokal. Kawasan ini menjadi pilihan bagi mereka yang
mendambakan ketenangan dari hiruk pikuknya perkotaan karena suasananya yang
cukup tenang namun jika bicara soal akomodasi dan jasa bagi para wisatawan,
Ubud juga mampu memberikan pelayanan terbaik dari fasilitas yang ada.
Salah satu spot wisata yang cukup
menarik di Kawasan Ubud adalah obyek wisata Monkey Forrest di Desa Pakraman
Padangtegal, Kelurahan Ubud. Sesuai dengan namanya, Monkey Forest
yang berarti hutan kera merupakan lokasi habitat bagi ratusan kera dari jenis kera
ekor panjang (Macaca fascicularis) yang berkeliaran bebas di lokasi tersebut, mirip
dengan obyek wisata Sangeh. Para
pengunjung pun bisa berinteraksi langsung dengan kawanan kera jinak namun tetap
harus berhati-hati karena hewan primata ini juga cukup ‘nakal’.
Menjaga Kesucian
Bahkan, obyek wisata ini tak
dapat dipisahkan dari Desa Pakraman Padangtegal karena di kawasan itu ada Pura
Kahyangan Tiga Desa Adat Padangtegal yakni Pura Dalem Agung, yang berlokasi di
barat daya hutan setempat. Pura ini bisa dibilang adalah lokasi inti atau utama
di bukit Padangtegal dan merupakan tempat yang terpenting di hutan itu. Lalu
terdapat Pura Beji di barat laut, sedangkan untuk Pura Prajapati merupakan
tempat penyimpanan kremasi yang berada di timur dan sepanjang sisinya terdapat
pemakaman.
Pihak pengelola
menggunakan filosofi Tri Hita Karana (THK). Konsep hidup dalam menghargai,
menjaga keharmonisan keberadaan alam dengan mahluk hidup ciptaan-Nya serta
aktivitas spiritual masyarakat di sekitarnya menjadikan kawasan itu sebagai
kawasan yang indah, asri dan lestari, nyaman dan aman serta mempunyai taksu. Implementasi dari konsep Tri Hita
Karana yang diterapkan di obyek wisata Monkey Forest
ini dapat dilihat dari dua kegiatan ritual yang kerap dilakukan oleh masyarakat
setempat.
Dalam
hubungannya dengan keberadaan kera, setiap Tumpek Kandang masyarakat membuatkan
sesajen istimewa ke hutan kepada semua binatang yang ada di sana . Sedangkan saat Tumpek Uduh, masyarakat
setempat melakukan ritual untuk tetap menjaga keharmonisan alam berupa
tumbuh-tumbuhan yang ada di sana .
Tanaman yang ada tersebut juga merupakan tanaman yang bisa digunakan oleh
masyarakat. Di situ ada 125 jenis tanaman yang terdiri atas pohon bambu,
pinang, mahoni dan majegau serta beraneka ragam tumbuh-tumbuhan yang berkaitan
dengan upacara.
Kera Berkelompok
Di samping itu,
dalam hal pelestarian satwa, Monkey
Forest mempunyai jumlah
kera yang kini mencapai lebih dari 300 ekor. Dalam pemeliharaannya, baik
mengenai kesehatan maupun populasinya, pihak pengelola telah mengadakan kerja
sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengkajian Satwa Primata Universitas
Udayana. Selain itu, juga dilakukan kerja sama dengan Central Washington University ,
Guam University
serta Taiwan University . Uniknya, kera-kera tersebut
terbagi dalam beberapa kelompok besar yang menempati beberapa bagian areal
seluas 10 hektar tersebut. Tiap kelompok dipimpin seekor kera yang dianggap
sebagai ‘raja’ yang selalu diikuti oleh pengikutnya.
Sebagai obyek
wisata, Monkey Forest mulai dikembangkan sekitar tahun
1970-an dimana saat itu kondisinya tentu jauh berbeda dengan saat ini. Untuk
masuk ke kawasan ini, pengunjung saat itu hanya disodorkan kotak Dana Punia
yang diisi secara sukarela untuk membantu biaya upacara serta pemeliharaan
tempat tersebut. Kini, pengelolaannya sudah cukup profesional dengan
memberlakukan tiket masuk serta menyediakan para pemandu wisata yang siap
menemani dan memberikan informasi kepada para pengunjung yang datang.
Comments
Post a Comment