Potensi Wisata Desa Munduk (1), Keasrian Alam Bali yang (Masih) Kurang Dikenal


BERWISATA ke kawasan pegunungan nan sejuk bisa jadi kian menjadi pilihan bagi banyak orang yang berlibur ke Bali. Apalagi jika melihat keadaan di lapangan dimana kawasan-kawasan pesisir pantai yang sebelumnya menjadi primadona menajadi kian ramai dengan lalu-lalang manusia sehingga sedikit mengurangi kenyaman, terutama bagi mereka yang mendambakan liburan tenag dan sarana relaksasi.
----------
           Beruntunglah para wisatawan, dan terutama warga Bali, karena punya cukup bnayak pilihan untuk lokasi wisata karena selain kawasan pantai yang mempesona, Bali juga punya kawasan pegunungan berhawa sejuk yang tak kalah menarik untuk dikunjungi. Jika kita mau meluangkan waktu untuk menempuh perjalanan, kawasan Bali utara punya banyak spot indah seperti yang bisa ditemui di kawasan Desa Munduk. Kecamatan Banjar, Buleleng. Lokasinya sendiri tak jauh dari kawasan Bedugul yang terkenal dengan Kebun Raya-nya.

Di kalangan wisatawan domestik memang Desa Munduk ini relatif  kurang terkenal bahkan untuk orang Denpasar sekalipun, cukup banyak yang kurang begitu familiar bahwa desa ini punya potensi wisata. Namun tidak demikian bagi kalangan wisatawan asing khususnya Eropa, nama Munduk sudah tidaklah asing lagi. Desa Munduk menjadi pilihan bagi mereka yang berlibur ke Bali untuk memperoleh ketenangan dan keasrian alam Bali yang belum begitu banyak tersentuh modernisasi.

Sepi dan tenang, mungkin itulah yang tergambar ketika melintasi Desa Munduk. Tak banyak kendaraan yang melintas di kawasan ini. Berjarak sekitar 80 km dari Denpasar, desa ini bukan (belum tepatnya) menjadi tujuan wisata utama di Bali, seperti Kuta dan Nusa Dua. Tak banyak fasilitas pariwisata, seperti hotel dan restoran di desa ini. Rumah-rumah warga pun berjarak jauh satu sama lain, tidak berkumpul seperti pemukiman pada umumnya.

Memanjakan Mata
Secara umum desa ini mudah diakses karena ada jalan raya antarkabupaten yang melewatinya. Lama perjalanan dari Bandara Ngurah Rai Bali ke desa ini sekitar 2,5 jam dengan kendaraan pribadi. Perjalanan ke sini pun sudah menyenangkan karena selain jalanan relatif sepi, pemandangan juga begitu memesona. Gunung, bukit, sawah dan kebun sepanjang jalan benar-benar memanjakan mata yang melihat. Belum lagi jika kabut mulai turun di pagi hari atau sore hari.

Desa Munduk biasa dilewati wisatawan yang ingin berkunjung ke Pantai Lovina, Buleleng di Bali utara, pantai yang terkenal dengan atraksi lumba-lumbanya. Namun seiring berjalannya waktu, banyak juga wisatawan yang kepincut dengan keindahan dan suasana asri di Munduk hingga memilih bermalam.

Meskipun amat jauh jika dibandingkan fasilitas wisata di Bali selatan, secara umum fasilitas wisata yang ada cukup memadai bagi para pelancong. Penginapan di Desa Munduk umumnya berbentuk cottages atau pondok-pondok terpisah. Hal ini karena mereka menyesuaikan dengan lansekap Munduk yang berbukit-bukit naik turun. Apalagi jika mengingat ‘jualan’ utama Desa Munduk adalah keasrian dan alam yang alami atau dalam istilah kerennya eco-tourism. Tentu sebisa mungkin para pelaku pariwisata lokal ingin mempertahankan kondisi yang ada. Untuk itu, pengelola penginapan-penginapan di Desa Munduk membuatnya seperti menyatu dengan alam.



Nyaris semua penginapan tersebut menyediakan fasilitas sama, satu pondok terpisah (private cottage) dilengkapi air panas, TV, Wifi, serta dapur. Sangat memadai untuk ukuran wisata desa apalagi dengan tawaran harga yang cukup bersahabat. Kebanyakan pondok wisata juga memberikan balkon dengan pemandangan alam di depannya.
Dengan ketinggian antara 600-800 meter di atas permukaan laut, desa ini juga menawarkan pemandangan dengan lembah, bukit, dan danau sepanjang perjalanan.

Area Perkebunan
Selain itu, area perkebunan seperti kebun cengkeh, kopi, dan kakao juga tak kalah menarik untuk disaksikan. Memenuhi punggung bukit yang berbaris, hijaunya perkebunan yang dikelola warga setempat ini menjadi aksen yang pas untuk dinikmati melewati jalannya yang berkelok-kelok. Para pelintas juga tak jarang menemukan cengkeh atau biji kopi yang dijemur di pinggiran jalan hingga selintas tercium aroma menyegarkan dari kedua komoditas bernilai tinggi tersebut.

Ketiga komoditas mahal tersebut juga menjadi salah satu penghasilan utama bagi petani setempat dan memang terbukti memiliki mutu tinggi dan menjadi komoditi ekspor terutama ke Eropa. Perkebunan di desa ini luasnya hingga sekitar 1.000 hektar, sama dengan luas hutannya. Barulah di antara luasnya kebun dan hutan tersebut terdapat rumah-rumah warga, kebun, serta bangunan lainnya.

Ada Kebun Warisan Belanda, Ada Air Terjun


DESA Munduk memiliki sejarah yang kaya. Legenda mengatakan bahwa daerah itu dihuni oleh orang-orang dari pegunungan dan ada juga yang mengatakan beberapa klan datang dari Klungkung untuk bermukim di Desa Munduk pada sekitar 200 sampai 300 tahun yang lalu. Ketika Belanda memperluas kerajaan kolonial mereka dari Jawa ke Bali, mereka juga mencapai Bali selatan melalui Desa Munduk. Belanda juga membawa arsitektur kolonial ke Desa Munduk, bersama dengan komoditas ekspor tradisional seperti kopi, kakao, cengkeh dan vanili.

Seperti umumnya perkebunan di Indonesia, perkebunan di Munduk pun warisan Belanda. Sejak tahun 1900-an, ketika menjajah Bali lewat Singaraja, Belanda sudah menjadikan Munduk dan desa-desa sekitarnya sebagai retreat atau tempat peristirahatan. Saat itu Singaraja adalah ibukota Provinsi Sunda Kecil. Bali termasuk di dalamnya. Di Munduk dan desa sekitarnya, seperti Banyuatis dan Gobleg, Belanda membangun guest house. Guest house pertama di Desa Munduk dibangun oleh Belanda pada 1908.

Wisata trekking menyusuri perkebunan warga, hutan dan mengunjungi beberapa spot menarik merupakan wisata andalan yang coba dikembangkan pengelola Desa Munduk. Kawasan yang menghijau dan berbukit-bukit dengan suhu berkisar 20-25° C tentu menggoda siapa saja yang menyukai petualangan, pengalaman baru ataupun menenangkan pikiran setelah melewati waktu panjang di tengah sumpeknya perkotaan. Udara sejuk dan medan yang menantang menjadi daya tarik tersendiri yang sungguh sayang untuk dilewatkan.

Jalan Setapak
Banyak jasa akomodasi wisata yang menawarkan paket trekking, baik dengan pemandu lokal ataupun tanpa pemandu. Bagi wisatawan lokal tentu akan lebih mengasyikkan untuk menyusuri sendiri kawasan ini tanpa kendala berarti karena warga setempat akan dengan senang hati melayani pertanyaan dan menunjukkan arah. Belum lagi banyak papan petunjuk yang tersebar di beberapa area untuk memudahkan perjalanan.

Salah satu spot menarik untuk dikunjungi adalah Air Terjun Melanting. Cukup mudah mencapainya karena kita tinggal mengikuti petunjuk yang terlihat jelas ketika menyusuri jalan raya sebelum diarahkan untuk memasuki jalan setapak di kawasan perkebunan. Meskipun cukup jalannya cukup nyaman, namun di beberapa titik kita akan menemui kondisi jalan berbatu yang curam dan licin karena lumut, hingga harus lebih berhati-hati agar tidak terpeleset. Kita juga harus berhati-hati dengan adanya lintah terutama di musim penghujan karena tanpa disadari akan menempel di kaki.
Berjalan  kira-kira 20-30 menit, maka akan sampai di Air Terjun Melanting. Air terjun setinggi sekitar 200 meter ini dikelilingi tebing-tebing curam, sebelum jatuh di titik yang membentuk semacam ‘kolam’ di bawahnya sebelum mengalir ke sungai yang berarir jernih. Enaknya, kawasan air terjun ini terhitung sepi pengunjung hingga kita bisa menganggapnya sebagai ‘milik sendiri’, bebas berendam, saling bermain air ataupun bercanda sepuasnya dengan keluarga atau kolega yang kebetulan turut serta.

Sumber Penghasilan
Menurut Perbekel Desa setempat, Made Yasna, perkembangan pariwisata yang ada di Desa Munduk kian hari terasa kian menggembirakan jika mengacu pada manfaat yang didapatkan oleh penduduk sekitar. “Tentu ada manfaatnya, masyarakat sekitar jadi punya sumber penghasilan baru selain sebagai petani, kami pun melihat ini perlu adanya pembinaan-pembinaan lebih lanjut agar masyarakat semakin paham pengelolaan pariwisata yang baik,” tutur Yasna sembari mengatakan pihaknya dalam waktu dekat akan mengadakan pelatihan pariwisata bagi warga setempat.

Sebagai gambaran, ia menyebut di Desa Munduk kini hampir tidak ada pengangguran karena pariwisata menyerap banyak tenaga kerja lokal. “Bahkan, mereka yang kerja di Denpasar banyak yang kembali lagi bekerja di Desa,” kata Yasna. * 


Comments

Popular Posts