Endek, dari Istana ke Mancanegara
Endek, dari Istana ke Mancanegara
Cerita Pengrajin Endek Putri Ayu
ENDEK adalah salah satu kain khas
hasil karya tangan orang Bali. Coraknya yang
unik dan kental dengan nuansa etnik menjadikan endek banyak digunakan oleh
berbagai kalangan, bahkan juga digunakan sebagai seragam para pegawai dinas
pemerintahan daerah Bali dan juga pegawai
swasta seperti pegawai bank, hotel, travel maupun rumah sakit. Beberapa tahun
belakangan, endek juga mendapatkan promosi besar-besaran sehingga namanya
menjadi kian terangkat bahkan hingga ke tingkat mancanegara.
----------
Gelaran KTT APEC 2013 yang
mendaulat Bali sebagai tuan rumah juga menjadi ajang pengenalan kain tenun asli
Bali ini di dunia internasional karena dalam beberapa sesi, endek menjadi
busana resmi yang dikenakan 21 kepala negara serta pasangannya yang hadir.
Busana berbahan kain endek beraneka warna ini sendiri merupakan pilihan
langsung dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan istri, Ani Yudhoyono untuk
khusus menjamu tamu-tamu penting tersebut.
Pengalaman untuk menyiapkan
busana kain endek untuk para pemimpin dunia tentu menjadi pengalaman tak
terlupakan bagi IB Adnyana, pemilik usaha kain tenun Putri Ayu yang ditunjuk
menjadi pembuat busana khusus tersebut. “Prosesnya sangat panjang sebelum akhirnya
kami yang diberi kehormatan untuk membuat busana tersebut. Apalagi hal ini
melibatkan pihak istana dan Bapak Presiden dan Ibu langsung yang menyeleksi,”
paparnya sembari menyebut dirinya sempat berhari-hari berada di ibukota hanya
untuk menunggu kepastian penunjukan tersebut.
Menurutnya, pihak istana begitu
detail dalam menyiapkan busana yang akan dipakai paa kepala negara tersebut.
Alhasil, berbagai macam tes dan pengecekan selalu dilakukan dalam setiap
tahapan produksi. “Dari bahan baku,
pewarna, semua dicek. Lalu ketika sampai tahap tertentu, kita kirimkan sampel,
tahap berikutnya kirim lagi sampelnya, begitu seterusnya sampai akhirnya sampai
produk finalnya yang dinamakan kain Dewata Nawa Sanga,” kata Adnyana.
Keseimbangan Garis
Secara garis besar, kain yang
terdiri dari beberapa warna tersebut menampilkan desain yang menunjukkan
keseimbangan antara dua garis melintang dan horizontal atau yang di Bali dikenal juga dengan tapak dara. “Motif ini yang
akhirnya dipilih oleh istana setelah kita ajukan beberapa motif sebeumnya. Nama
yang diberikan pun tidak sembarangan, namun setelah sebelumnya kita
konsultasikan dulu dengan akademisi dari ISI Denpasar,” papar Adnyana.
Hasil kerja keras tim dari Putri
Ayu pun membawa hasil yang sepadan, banyak kalangan yang memuji endek yang
menjadi busana dalam konferensi negara-negara Asia Pasific tersebut. “Saya
berbangga sekali karena banyak yang mengapresiasi karya kami, Pak Gubernur dan
ibu juga menyampaikan rasa puasnya terhadap karya tenun Bali,”
aku Adnyana. “Ini merupakan hasil kerja
keras kami dalam satu tim, tukang bebed, tukang celup hingga tukang tenunnya,
tanpa mereka mustahil bisa menghasilkan produk yang berkualitas,” sambungnya.
Gema yang ditimbulkan
penyelenggaraan APEC juga menurut IB Adnyana luar biasa dalam usaha untuk
menjadikan kain endek kian mendapat tempat di dunia fashion internasional, tak lagi hanya berada di tataran daerah dan
nasional sebagai kain tradisional Bali. * NOE
--------
Adopsi Teknologi, Pertahankan Sentuhan Tangan
PENGALAMAN untuk menyiapkan
busana kain endek untuk para pemimpin dunia serangkaian gelaran KTT APEC 2013 belum
lama ini di Bali tentu menjadi pengalaman tak terlupakan bagi IB Adnyana,
pemilik usaha kain tenun Putri Ayu yang ditunjuk menjadi pembuat busana khusus
tersebut.
Secara sekilas, Adnyana juga
menceritakan asal mula ia mulai menggeluti industri kerajinan kain tenun pada
1991 yang berpusat di Blahbatuh, Gianyar, dengan modal dua unit alat tenun
bukan mesin (ATBM). Usaha tersebut terus berkembang dan pada 2004 jumlah ATBM
yang dipergunakan sudah mencapai 60 unit. “Tahun 1990-an bisa dibilang
merupakan masa-masa dimana kain tenun begitu diminati,” paparnya. Namun
sayangnya situasi krisis ekonomi kembali menciutkan volume produksi sehingga
jumlah ATBM yang dipergunakan pun turut menyusut menjadi tinggal 45 unit.
Kondisi terkini, dengan jumlah
karyawan 40 orang yang bekerja di workshop
dan dibantu oleh 6 industri kerajinan lainnya sebagai sub kontraktor, Putri Ayu
mampu memproduksi 2.000 meter kain tenun setiap bulannya. “Namun dalam dari
pengalaman, kami pernah mendapatkan pesanan hingga 25.000 meter kain dan harus
diselesaikan dalam waktu empat bulan. “Saat itu kami juga memberdayakan para
pengrajin kain tenun di luar Putri Ayu bahkan hampir di tiap kabupaten kami
turut berdayakan. Syukur hal itu bisa tercapai,” kata Adnyana.
Tiga Unsur
Menurut Adnyana, kualitas produk
kain tenun ikat sangat ditentukan oleh tiga unsur utama, yaitu bahan baku, pewarnaan dan
desain. Dalam hal desain para perajin kain tenun ikat di Indonesia, khususnya di Bali
masih dapat bersaing dengan desain dari negara lain. “Karena yang berperan di sini
adalah tangan dari penenunnya, ada unsur seni dan perasaan yang dituangkan
dalam kain hasil tenunannya. Ini yang memberikan ciri khas bagi kain tersebut,”
jelasnya.
Selain itu, penggunaan pewarna
alami juga menjadi faktor lain keotentikan kain endek Bali.
“Contohnya pewarna merah dari kulit pohon mengkudu, pewarna hijau dari daun
mangga, dan lainya. Pewarna alami ini sifatnya berbanding terbalik dengan
waktu, artinya semakin lama warnanya akan semakin cerah, semakin keluar.
Sedangkan pewarna sintetis sebaliknya, makin lama maskin luntur,” kata Adnyana.
Kain tenun ikat pada umumnya
dibuat dengan cara yang sangat khas, yaitu dengan menyusun benang tenun dengan
cara tertentu dimana motif yang muncul merupakan hasil dari penempatan susunan
benang pakan (horizontal) yang diberi warna tertentu. Namun demikian ada juga
kain tenun ikat yang motifnya muncul sebagai hasil dari susunan pewarnaan pada
benang lusi (vertikal) dan pakan (horizontal).
Kain tenun ikat yang demikian
disebut dengan kain tenun ikat dobel. “Kain tenun ikat jenis ini biasanya
dijual dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kain tenun
ikat biasa karena proses pembuatannya membutuhkan ketelitian yang sangat tinggi
dan perhitungan yang tepat. Karena itu pula, proses pembuatan kain tenun ikat
dobel ini biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama,” jelas Adnyana sembari
menjelaskan kain tenun ikat dobel yang cukup terkenal di Bali
adalah kain tenun ikat Pegeringsingan yang dibuat oleh para perajin di Karangasem.
Banyak Berinovasi
Dalam perjalanannya, Adnyana tidak
berhenti pada memproduksi kain tenun saja, namun sudah banyak berinovasi
mengembangkan produknya. Seperti tehnik penggunaan air brush pada motif dan
pewarnaan, kain songket gaya Gianyar dan kini akan memadukan kain endek dengan
songket dan batik.
Kendala yang ditemui selama ini
menurut Adnyana memang waktu pembuatan yang agak lama. Untuk itu beberapa waktu
belakangan pihaknya menggunakan kombinasi ATBM dengan Alat Tenun Mesin (ATM)
terutama ditujukan dalam memunculkan motif hasil kreasi Adnyana sendiri.
“Penggunaan ATM terutama ditujukan untuk mengangkat benang pakan dalam rangka
menimbulkan motif, sedangkan ATBM digunakan untuk proses penenunan kain
selebihnya yang melatari motif,” katanya.
Namun demikian, ia tak ingin
menghilangkan sentuhan tangan manusia dalam produknya karena hal tersebut sama
saja dengan menghilangkan ciri khas endek Bali sebagai warisan budaya leluhur. “Untuk itu para penenun ini tetap saya
pertahankan, bahkan ada yang ikut saya sejak awal Putri Ayu berdiri. Mungkin
lebih tepatnya kita mengadopsi teknologi
tepat guna yang lebih memudahkan para penenun dalam menjalankan pekerjaannya,” tutupnya.
*
-----------
Comments
Post a Comment