Museum Gunungapi Batur (bagian 2)



Di ruangan berikut, ada berbagai jenis batuan hasil letusan gunungapi yang tak hanya berasal dari Bali namun dari berbagai daerah di Indonesia seperti marmer dari Tulungagung (Jatim), batu apung dari Maninjau (Sumbar), lava Basalt Fenokris Mega Plagioklas dari Bromo (Jatim), sampai obsidian dari Ciamis, Garut (Jabar). Bahkan ada beberapa jenis batuan yang diperkirakan umurnya sudah sangat tua seperti Amethyst yang kira-kira berusia 16-20 juta tahun dari Jawa Barat, Quartz Crystal berusia 16-20 juta tahun dari Banten, dan Crystal Geode berusia 5-16 juta tahun dari Jawa Barat. Selain itu, ada juga belerang atau sulfur dari kawah Gunung Ijen (Jatim) yang diawetkan, serta lava Gunung Batur dari tahun yang berbeda – dari 1849, 1888, 1904, 1905, 1921,1926, 1963, 1968, sampai 1974.

Alat Pemantau
Selain benda-benda alam tersebut, koleksi MGB juga dilengkapi peralatan-peralatan yang digunakan untuk memantau gunung berapi. Beberapa panel tentang system yang digunakan beserta alat pengamatan dan panel peringatan dini juga bisa dilihat. Salah satu yang menarik adalah panel yang menggambarkan bagaimana cara mendeteksi lebih awal akan terjadinya letusan gunung berapi secara tradisional. Salah satunya dengan melihat kawanan binatang yang menghuni puncak dan lereng gunung akan turun ke bawah karena suhu di gunung itu semakin meningkat, serta melalui sumber air atau sumur-sumur penduduk di sekitar gunung suhunya juga meningkat. Peralatan pemantau yang digunakan di masa lampau juga diperagakan di MGB sehingga dengan jelas terlihat perkembangan teknologi pemantauan gunung berapi.

Selain sebagai koleksi, MGB juga memiliki peralatan pemantauan gunungapi yang memang digunakan saat ini, yakni Seismograph Digital. Alat ini dipasang di 5 tempat yaitu di Gunung Batur, Danau Batur, Desa Songan, Desa Yeh Mampeh dan Gunung Agung. Melalui alat ini, petugas dapat memantau keadaan di lokasi tersebut. Juga bisa disediakan Real Time Camera yang melalui media CCTV pengunjung dapat memantau atau melihat langsung segala kejadian saat itu pula di sekitar kawah dan Danau Batur. Selain CCTV di ruang peraga, pengunjung juga berkesempatan untuk meneropong keadaan di sekitar Gunung Batur melalui teropong yang ada di lantai 3 museum.

Hasil material letusan gunungapi juga banyak yang dapat dimanfaatkan. Contoh, endapan hasil letusan Gunung Batur yang di Ubud dimanfaatkan menjadi patung, vas bunga yang juga dipamerkan di museum ini. Sedangkan lava hasil letusan Gunung Agung dimanfaatkan masyarakat sebagai arca atau bagian dari pura dan bangunan di Bali.

Melalui Film
Puas menikmati koleksi yang ada di lantai I, para pengunjung dapat menikmati pemutaran film tentang Gunung Batur di lantai II melalui ruang audio visual berkualitas internasional yang kurang lebih mirip dengan bioskop dengan kapasitas lebih dari 100 orang. Film Gunung Batur ini menceritakan sejarah Gunung Batur dari zaman purba hingga saat ini dan juga menampilkan letusan disertai dampak dari letusan itu sendiri yang berdurasi 20 menit.

Sejauh ini, sejak diresmikan pada 2007 oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro, museum yang menempati areal seluas 5.900 m2 ini cukup ramai dikunjungi tertutama di masa-masa libur sekolah.  “Jika masa libur, jumlah pengunjungnya bisa mencapai 1.000 orang per hari, terutama dari siswa-siswa sekolah,” ujar salah seorang staf MGB. Jumlah pengunjung juga menurutnya terus melonjak terutama sejak diambil alih pengelolaannya oleh Kementerian ESDM di bawah koordinasi Badan Geologi dan tarif masuknya digratiskan

Comments

Popular Posts